Danau T€man Hidup

  Namanya Danau Taman Hidup, tapi aku sengaja menyebutnya Danau Teman Hidup. Menemukan danau ini butuh berhari hari perjalanan dan camp, bukannya lebay tapi begitulah adanya. Konon katanya danau ini indah saat tak berselimut kabut seperti saat kami datangi. Di tempat ini rusa, monyet dan berbagai jenis binatang sering datang untuk minum, tapi tak kami temui sesuai harap Hanya suara monyet monyet berkelahi yang tak kami temui wujudnya di sana, kabut pun mulai turun ketika kami sampai. Sudah hampir enam bulan lamanya kaki ini tak menempuh perjalanan jauh berjalan mendaki dan gembira saat tiba waktunya masak bersama dan makan. Sudah sekian waktu lamanya sejak pendakian Argopuro berlalu, belum ada perjalanan yang benar – benar jauh setelah itu. Ingat kala itu, spot di Danau Teman Hidup adalah saksi praktik teori survival yang diajarkan kala diklat kami praktekkan dengan sukses, berbekal  remah – remah bahan sisa tepung dan bumbu yang ada kami berusaha membuat cilok (awalnya) dan gagal. Jadilah kami makan adonan tepung goreng tak karuan yang dicocol sambal kacang. Hahaha

selfie pake tripod biar gaul

   Rindu rasanya mengenang perjalanan yang sudah berlalu sekejap mata. Rindu rasanya berhari hari tak mandi karena keluar masuk hutan dan gunung. Rindu rasanya meninggalkan hiruk pikuk kehidupan dan menghilang sementara waktu. Rindu rasanya dengan senang hati menyusahkan diri menggendong beban berkilo kilogram beratnya, melangkah berkilo kilometer jauhnya, menghirup debu atau menggigil kedinginan di tenda, engsel bergeser pasca turun berlari. Rindu teriakan bahagia sampai tepi danau, foto kacau dan cemilan tepung goreng ala kadaarnya. Aku rindu semuanya.

Danau Taman Hidup, kapan lagi kita ke sana?

Anggi

Mount Andong, neighbourhood hiking

Three years ago was 2012 when we had such a happy camping in Andong mount, yepp IKMM program for spending the time together. I was the cooking and food in charge although I wasn’t in the mood of it. Novia and Wildan came pick me to go there bringing the rest of the food while the other cooking ingredients had been brought by the truck our people riding. Our semester break was really worth to have the camp thing and simple hiking. Andong has a great view actually, but it’s nowadays too crowded since many people already know this place. Ah, my quiet place has now become noisy and dry. Hate the idea that more irresponsible people coming will ruin the nature we are living in.

Our IKMM camping was great back then, we had fun playing the games in groups until dark. Praying together, cooking and eating near the small river in our camp. That’s lovely. The night is really cold but we keep talking and making jokes, there’s no thing such cold in warm togetherness like that. And what I love the most from that night was the clear sky, we lay down in the street and stared at the sky full of stars hahaha

The morning came and we walked up climbing to see the sunrise. Olala, it was foggy and a bit disappointing not to see the sun rising. Usually the view in Andong is great, just like this. When will we go there again?

Outdoor and the Equipments

   Speaking of the outdoor activities I’ve done before, when I was in my college life spending the money on a trip for buying the outdoor equipment was rarely be done. I’d rather borrow than buying cheap equips. For the training to be STAPALA member, I got carrier borrowed from senior, so do the other equipments. Up until I became STAPALA member seniors told me not to buy outdoor equipment if it’s the low quality ones. Better to borrow from “posko”, other members in our organization or even the seniors. They would give permission for their belonging to be used. Ah, I really grateful being part of this familyhood. Starting from carrier, trekking shoes, sleeping bag, cooking tools, tent, even jacket I could easily get those items borrowed. A really useful way for a college student like me. Just remember and do the same thing for your junior later. This time you may be the one who borrow from your senior, but later on you’re the senior who give your belongings being borrowed by junior. That’s how our case works. The same thing works for the money too, but I rarely choose this way.

   Pushing back the carrier buying three years ago and I regret it more as the price getting higher day by day, and the money slipped away from my hands. Haaha how sad, even after working in somewhere place and earn enough money, I prefer to spend it for another use and then the chance to buy the Deuter carrier has gone ~ But, this year is my lucky time to finally get this baby bought in Outdoor fest 2015. Thanks for Cynthia who’s willing to go there heheh. One more item’s secured. It will be very useful after this. As the time goes by, I’m no longer college student who’s freely to go wherever I want. I have time limit entering this working life. It’s no use If you have equipments but never use it. Before my work placement which I don’t know when, securing this carrier is one step ahead than not having any. It can be useful for my training, going to my new workplace later and backpacking wherever since my luggage is broken (I prefer backpack actually).

   Planning on doing my solo backpacking once I move to a new place is quite thrilling for myself hahaha. I’ve prepared my passport since last year, wait for the full income then I’m gonna go there~ I don’t care If people keep bullying me for staying single, I just wanna travel ~~ And the list of equipments will be completed in my next stop are these things :

                     

–      Carrier + coverbag ( done)

–      Daypack, already have

–      Trekking sandals, done

–       Sleeping bag, done

–       Trekking shoes

–       Windbreaker jacket

–       Trangia

–       Tramontina and multiuse knife

–       Tent, the last thing to buy

Wait for the announcement and get ready to move to a new place ~~

I’m coming ,

Anggi Restiana Dewi

Sleeping with the Earth

the camp near Ranukumbolo Semeru last 2012, it looks like just neighbourhood moving in hahaha

our tent in fist pos of Argopuro last October

preparing for food, things I love from camping

   Why making yourself work hard to sleep outside in the open air? Why making yourself suffer to get the chance sleep in unpermanent place? Why do you keep doing those things? Those are the questions asked to us, some people called nature lover who love to do outdoor activities and camping in every chance we get. We’re hiking this to another mountains, spend several days to complete our trip which can fulfil our thirst of travelling. For some people, camping looks tiring and it only makes yourself suffer. But for some people like me and my pals, camping in hiking trip is one way to escape from our boring routine and have a new grateful spirit after coming back from trip. How can we not grateful after coming from going in and out of quiet forest? Thing is, when after a long time we don’t go on hiking and camping trip, it feels like we live like we’re dying hahaha. It’s pretty that much the meaning for me. I’m not an athlette for this mount climbing but I enjoy doing that especially when I go with my dearest friends.

   There’s a saying I know

” Now I know the secret of making the best person. It’s to go out and sleep with the earth.”. 

Can’t agree more with this saying because I experience it myself. Whenever I come back from hiking, I’ll become more grateful since I get the chance to come back home safely *with several injuries usually* . It’s been 6 months since the last time I go camping. I do really miss to feel sleeping in open air, walking together through the hot weather or foggy weather, stop the whole day trekking, building a tent in camping spot, cuddling in small tent for several people, cooking and share jokes together near the camp. Ah what a happy trip, I just miss my college life when our time was still unlimited back then. And as working people, it will be great If I can go camping again maybe this month or next month 😀

foggy camp in Cikuray mount April 2014

When will we go camping again? I hope sooon ~~

Anggi R. Dewi

Yang Membuatku Rindu Pendakian

Perjalanan dengan berjalan kaki yang jauh dalam kebersamaan

Rintik rintik hujan yang sempat memporak porandakan kesenangan canda tawa dan kesantaian berjalan

Muka – muka yang mulai kelelahan

Keringat bercucuran dan nafas yang semakin terengah saat jarak mulai jauh dari peradaban

Langkah terseok atau merangkak karena jalur yang licin tak karuan

Tawa sakit dan perih tapi geli karena bergelimpangan jatuh tergelincir

Canda tawa di sekeliling camp yang dipenuhi gemerutuk suara gigi karena kedinginan

Potong memotong bahan makanan dan masak bersama dengan canda ria

Aroma kopi yang menyeruak membaui seisi tenda

Dan candaan saling ejek yang satu dua kali menyakiti tapi membuat rindu saling menertawai

Ketinggian yang semakin menunjukkan sifat asli setiap peserta perjalanan

Summit attack yang selalu penuh cerita dalam setiap perjalanan berbeda

Kepuasan mencapai puncak dan foto alay ala kadarnya yang penuh gaya

Kulit gosong terbakar dan mengelupas pasca pendakian

Dislokasi lutut atau keseleo dan kecetit karena perjalanan jauh dan punggung pegal karena carrier berpuluh liter beratnya bergelayut manja di punggung

Cerita perjalanan yang selalu penuh warna, skandal dan bullyan yang menghibur di perjalanan

Aroma rumput dedaunan dan alam yang damai dari hiruk pikuk

Aku rindu semua tentang pendakian

Sudah 3 bulan, aku rindu mengajak kaki yang mulai manja ini menapak ketinggian

Semuanya, tentang perjalanan, gunung hutan dan kebersamaan dalam perjalanan

IMG_1608

“ Now I see the secret of making the best person.

It’s to grow in the open air to eat and sleep with the earth.”

Surya Kencana, I miss you a lot!

    Naik gunung tanpa foto di puncak karena ini bukan pendakian senang – senang yang direncanakan adalah salah satu alasan yang membuatku ingin kembali lagi ke Gunung Gede Pangrango. Alasan lainnya, ya karena spot pendakian di gunung ini tak terlalu sulit dan pemandangan yang dipunyai sangat bagus. Berkesempatan naik gunung ini karena adanya rangkaian kegiatan pelantikan diklat Siswa 2013 dan foto bersama STAPALA, aku harus kembali lagi mengulang pendakian ini. Di pelantikan ini cuaca dingin membuat masak memasak sempat tak keruan, karena kami tak tahan dingin dan kondisi fisik kelelahan. Untuk pendakian yang benar benar ‘direncanakan” selanjutnya, manajemen masak memasak dan logistik harus lebih diatur ~

   Dalam pendakian ke Gunung Gede, buat yang malas memasak, nasi uduk yang dijual para penjaja keliling bisa jadi pilihan. Di sana, jangan kaget kalau kamu sibuk kedinginan ada penjaja yang menawarkan barang dagangannya ” Nasi uduk, nasi uduk.” hahaha ya walaupun harga sedikit lebih mahal dari biasa bisa jadi alternatif untuk yang malas memasak. Untuk yang ingin menikmati suasana camp sesungguhnya, memasak sambil bercengkrama di depan tenda adalah kenikmatan tak terhingga dari setiap perjalanan yang ada.

Sunrise di Surya Kencana selalu mempesona dan membuatmu ingin kembali ke sana.

Surya Kencana, I miss you a lot.

See youu sooon

Anggi Restiana Dewi

Argopuro in Hazy Days (14 – 18 Oktober 2014)

 

 Gunung Argopuro mungkin tak setenar Semeru, tetapi perjalanan yang harus ditempuh untuk menyelesaikan pendakiannya jauh lebih memakan waktu. Maklum saja, gunung yang konon mistis dan melegenda dengan puncak Dewi Rengganisnya ini mempunyai sekitar 14 puncak di jajaran Pegunungan Yang dengan jalur pendakian terpanjang di antara semua gunung di Pulau Jawa.

Setelah sebelumnya direncanakan pendakian bersama yang diikuti oleh kami STAPALA STANers 2010 dengan total peserta 12 orang (Bangsal, Enen, Riweuh, Sundul,  Tubis, Keret, Kodok, Rangrang, Buncil, Bekek, Pangki, Kongo)  akhirnya pendakian dilakukan dengan jumlah peserta menyusut menjadi 9 orang karena ketidakikutsertaan Bekek, Kongo dan Pangki yang berhalangan. Terimakasih sebelumnya untuk bapak ibu yang akhirnya mengijinkan anaknya kelayapan, Riweuh yang mengajak ikut dan Bekek yang memberi softloan hihihi.

                Sesuai rundown yang direncanakan ketua perjalanan kami Tubis, meeting point pendakian ini berlokasi di Besuki tanggal 14 malam. Riweuh, aku dan Sundul bertugas membeli logistic keperluan pendakian ini di Jogja, sementara tim yang sebelumnya ke Raung (Tubis, Kodok, Keret, Buncil, Rangrang) langsung menuju lokasi setelah mereka rehat dari pendakian sebelah.

Selasa, 14 Oktober 2014

07.00 – 07.17

Kecapekan semalaman dan begadang di angkringan Tugu membuatku kesiangan berangkat ke stasiun, beruntungnya ada Reyza, teman yang kutumpangi menginap semalam yang ngebut mengantarku sampai stasiun. Kurang 3 menit kereta berjalan, syukurlah aku menemukan Riweuh dan bisa naik kereta dengan selamat. Injury time, alhamdulillah kereta terkejar ~

12.30  

Aku, Riweuh, Enen dan Sundul berada di kereta yang sama dengan kondisi Sundul terpisah di gerbong sebelah. Mondar mandir, nongkrong, ngobrol, tidur, makan walaupun merusuh makanan yang dibawa Enen dan Riweuh  dan sampailah kereta di bagian timur Jawa, Mojokerto.

17.00

Perjalanan naik kereta selalu memberikan cerita yang tak pernah habis, pun perjalanan kami. Di kereta yang kami naiki, ada bule solo travelling marah – marah karena seorang bapak meletakkan barang bawaannya di sembarang tempat. Pengen ikut campur banget aku mentranslate obrolan si bule ke bapak ini, tapi ah sudahlah ternyata mereka sudah berdamai dengan caranya sendiri. Tak terasa kami sampai di stasiun tujuan, Probolinggo.

17.15 – 19.00

Bareng bule – bule yang menuju Bromo kami naik angkot sampai di Besuki. Tepatnya di Polsek Besuki di mana kami akan bertemu dengan geng Raung. Ternyata mereka lebih dulu sampai dan menunggu kami sepersekian jam. Uuuu maaf, keretanya sempat terlambat sejam.

19.00 – 19.30

Lalala yeyeye kami ikut istirahat sebentar di mushola Polsek, dan rebut berdebat membeli makan malam karena Tubis yang kebingungan si penjual makanan ga punya bungkusan. Sementara Keret dan Kodok heboh jajan cilok dan martabak harga 4ribuan.

19.30 – 21.00

Dengan angkot carteran seharga 150ribu kami meninggalkan polsek Besuki menuju basecamp pendakian via Baderan. Duduk di pinggir angkot tak berpintu sempat membuatku hampir terjatuh, untung kaki nyangkut di kolong bangku. Syukurlah sampai di basecamp dengan selamat.

21.00 – 00.00

Perjalanan yang semula direncanakan 4 hari 3 malam sempat diragukan oleh petugas perhutani yang menjaga basecamp, menurut beliau pendakian di Argopuro kalau bisa jangan pasang target. Jalan aja ikuti jalur, semampunya, pokoknya malam hari tak boleh ada rencana jalan. Malam di Argopuro harus camp, karena hari gelap bisa membingungkan dan menyesatkan mengingat kondisi jalur di Argopuro yang memang dibuat tidak terlalu jelas dengan plang lokasi. Diskusi rencana perjalanan pun kami lakukan, sambil makan dan nyemil martabak yang heboh diborong tim Raung kami memutuskan camp 3 kali di Mata air I, Cikasur dan simpang puncak  setelah mengorbankan untuk tidak camp di Danau Taman Hidup. Obrolan selesai, waktunya tiduur ~

Rabu, 15 Oktober 2014

05.00 – 08.30

Matahari cepat sekali naik di Jawa Timur, bergegas Subuhan, antri mandi supaya badan lebih segar saat perjalanan. Tak lupa kami melakukan pemanasan dipimpin Mamang Keret hahaha.

08.30

Foto bersama di depan basecamp, siap jalaaan. Argopuro here we come~

09.40

Musim kering, apalagi ini adalah kali pertama pendakian dibuka lagi setelah kebakaran hutan yang melanda kawasan pegunungan Yang dimana Argopuro berada. Jalanan berdebu, matahari sedang panas – panansnya naik, muka memerah, batuk – batuk dan hidung yang mulai penuh oleh debu tak menyurutkan langkah kami melanjutkan pendakian. Mana hutan rimbun yang hijau asri, kering yang kami temui tak seperti pendakian yang diceritakan senior kala itu. Hampir setiap kami menemui tempat agak teduh, berhenti untuk minum dan sekedar ngobrol. Panas sekali subhanallah, apalagi di gunung sebelah ada asap membubung tinggi, ah ada kebakaran hutan lagi. Semoga apinya segera mati dan pendakian kami lancar tanpa halangan. Bismillah, setelah sempat desperate kamipun berjalan menuju tujuan pertama kami, pos Mata air I.

15.00

Sempat berpapasan dengan penduduk sekitar yang mengendarai motor, debu semakin tebal beterbangan. Oh, God why.. Harus sesiang ini jalur semakin berdebu. Oiya, Pak Suryadi bilang sebenarnya kami bisa naik ojek ke Cikasur kalau mau tapi dengan harga 200ribu. Mahalnyaa.. Ya memang mahal, worth untuk jarak yang ditempuh, untuk orang normalnya sampai Cikasur ditempuh 3 hari 2 malam, sementara menurut teman kami yang sesama STAPALA mungkin bisa ditempuh dalam 2 hari 1 malam. Beda dengan versi manper Tubis yang sangat optimis sampai Cikasur dalam 9 jam Hahaha

Kami sampai di Mata air 1 setelah 6,5 jam perjalanan 😀

 

15.30 – 16.00

Alhamdulillah sebelum gelap kami sampai di camp, jiwa – jiwa kelaparan ini pun segera duduk berbaris makan nasi bungkus yang kami beli di start point Baderan tadi. Biarpun bungkus nasi sudah menyatu dengan isinya dan minyak gorengan menyebar kemana – mana, bersyukur bisa makan sebelum gelap datang.

16.00 – 18.00

Sholat, dan segera mendirikan tenda camp dilanjutkan dengan masak. Menu masakan nasi sop, asiiik berkuah ~

18.00 – 20.00

Makan malam bersama, uuu masing – masing wadah untuk bertiga orang. Aku, Riweuh Enen makan dengan damainya, sementara geng cowok rebut sendiri hahaha sengketa.

Sambil bergantian untuk sholat, kami ngopi – ngopi bareng ngelilingi trangia dan kompor . Heboh karena gerombolan tikus hutan berkeliaran di sekitar kami, untung bukan tikus ganas yowis benke wae ~

20.00

Untungnya camp lebih awal adalah tidur awal, hihihi nice sleep everyone ~

Kamis, 16 Oktober 2014

05.00

Indahnya dunia kalau kami bangun lebih pagi, sayang sekali sunrise warna cerah pun tak terlihat bagus dari spot ini. Ketutupan pepohonan, duh reek. Bangun dan menatap sunrise yang ketutupan itu rasanya sedih. Ga kaya langit semalam yang cerah bertabur bintang ~

06.00 – 08.30

Berbagi tugas, memasak, ambil air, ada yang beberes tenda juga sebelum hari semakin siang dan panas. Makan bersama sebelum lanjut ke tujuan berikutnya. Setelah packing semua selesai, berdoa semoga perjalanan lancar. Cikasur here we go ~

08.30 – 10.17

Kalah pagi dengan penduduk sekitar yang naik motor mencari tanaman obat di hutan, jalanan sudah dibuat debuan. Oh maaan, mau nutup muka pake masker tapi panas, ga ditutup kebakar matahari. Dilema, jalanan hari ini tak kalah berdebu dan panas daari kemarin. Setelah nyelonong duluan karena sempat merasa mulas, aku sampai duluan di pos Mata air II. Sayang sekali, perut sepertinya hanya tipu – tipu merasa sakit.

10.17 – 11.30

Hompimpa menentukan siapa yang ambil air, kami istirahat dan makan roti. Sementara itu di sela – sela obrolan, rencana mendadak Kodok, Keret dan Buncil ke Semeru semakin menguat. Mereka masih sibuk menggoyahkan Rangrang dan Tubis untuk bergabung. Gunung tersulit sudah, gunung terpanjang masih on going, gunung tertinggi sekalian di Jawa, demi prestige kata mereka. Haahaha kita lihat saja.

11.30 – 12.45

Desperate tak kunjung sampai Cikasur, jalan yang dilalui ternyata melewati Savana kecil. Di tengah savana ada sebuah pohon besar rindang. Bergegas kami letakkan carrier dan lari – lari di savana ala – ala gaya Syahrini berbaring di rumput juga. I feel free ~

Spot di sini baguus banget, selfie, bikin video, foto bersama 35 tahun STAPALA pun iya. Yeaay~

14.00 – 15.10

Perjalanan masih panjang, setelah puas berguling guling di savanna ini kami melongo mendapati Savana besar kebakaran. Lokasi yang terbakar cukup strategis dan luas, ya Tuhan segini keringkah musim sampe hutan terbakar hebat.

16.30

Kata orang, spot di Cikasur bagus untuk sunrise dan sunset. Setelah melewati savanna yang lain, lewat jalanan dengan sungai jernih yang menghijau ditutupi sebagian enceng gondok, sampai juga kami di Cikasur. Kyaaa ~

17.00 – 18.00

Sebagian masih sibuk foto – foto, ada yang segera ke sungai mandi, ada yang ambil air, ada yang gantian sholat. Untung di sini ada semacam pondokan kecil walaupun nyaris roboh. Lumayan buat tameng angin di malam hari. Tenda dibangun di samping dan di pondokan. Spot masak pun sudah ditentukan. Oiya suara merak mulai jelas terdengar, sayangnya aku tak menemukan satupun merak kelayapan ~

18.00 – 20.00

Seperti biasa agenda malam hari adalah masak dan makan bersama, selain sholat tentunya. Menu malam ini adalah Fuyunghay ala mamang Keret dan tumis tempe (lebih tepatnya tumis butiran kedelai karena tempe remuk duluan) hihihi.

Kocak emang anak – anak posko ini kalau bercanda, sok – sokan jadi juri Tubis, Kodok dan Buncil di skip giliran minum teh. Rasakan hahaha. Akhirnya pura – pura lomba masak dan juri – jurian ini selesai juga, angin malam bertiup semakin kencang, alay2 sebelah menyalakan api unggun dengan menebang pohon di sebelah. Oiya, mereka adalah segerombolan orang yang datang dengan motor. Dari Baderan pukul 13.00 dan hanya menempuh 4 jam sampai di Cikasur. Sementara kami harus 2 hari 1 malam baru sampai sini. Sakitnya itu disini..

21.00

Seperti biasa, pola tidur bayi, tidur awal, save energy untuk hari esok. Goodnight ~

Jumat, 17 Oktober 2014

04.30 – 05.00

Sunrise di Cikasur indah? Ga keliatan jelas, ketutup bukit sebelah, ah kzl.  Sunrise nya tipu tipu.. Yang sholat sholat, yang kena php sunrise yaudahlahya..

06.00 – 07.30

Rutinitas pagi hari, masak lagii, kali ini giliran sayur jipang dan tempe lagi hihihi. Sarapan happy ~

07.30 – 09.06

Biar gaul bawa tulisan happy birthday buat temen, happy wedding juga ada, yang bikin foto mesra ngajakin pacarnya naik gunung juga ada. Hihihihi Puas foto – foto dilanjutkan cleaning area, kami bersiap melanjutkan tujuan ke simpang puncak.

09.06

Bismillah, simpang puncak optimis digapai sebelum senja menjelang. Bismillah ~

09.06 – 11.36

Jalan keluar masuk hutan lagi, kering kerontang, semak belukar kami lewati, termasuk area edelweiss yang menghampar luas. Subhanallah bagusnya ~

Sekitar 90 nmenit perjalanan kami tempuh, sampai juga di Cisentor. Halooo

11.36 – 12.12

Merencanakan strategi perjalanan berikutnya, semua dilakukan demi tiket kereta tanggal 19 yang harus dikejar tepat waktu. Ada yang selfie, ada yang sibuk ngambil air, ada yang bikin video pura – pura kaget sampai Cisentor wkwkwk Pokoknya ini fun trekking aja lah, no sad feeling

13.25

Ketinggian yang semakin bertambah kami lewati, satu lapis baju pun tak cukup menghangatkan, alhasil dua lapis baju kupakai demi menghangatkan badan, plus sarung tangan agar kuku tanganku yang patah tak semakin sakit terkena semak belukar. Sampai juga di Rawa Embik, aku berteriak sekencang – kencangnya. Aaaaaaaaaaaak. Dan burung – burung yang tadi sempat hinggap terbang semua, duh maap terlalu senang sampai sini.

13.25 – 14.50

Sembari istirahat, kami manfaatkan waktu untuk ambil air yang terakhir sebelum ke simpang puncak dan sholat. Terlalu lama berhenti, dingin semakin menusuk tulang. Perjalanan kami lanjutkan lagi ~

16.04

Dengan muka bercadar ala – ala, dan kacamata hitam, aku berjalan menantang matahari hihihi. Setidaknya efek gosongnya tak akan terlalu parah ya ~

Bahagia itu saat badan sudah terlalu lelah, dan ternyata spot tujuan kami sudah di depan mata. Selamat datang simpang puncak, perempatan deng lebih tepatnya. Ke arah sana Rengganis, ke situ Puncak Argopuro, ke sana dikit arah pulang. Ciyeee senangnya sampai sebelum gelap. Buru – buru meletakkan carrier dan berleha – leha

16.30 – 17.00

Sebelum terlewat, berburu sunset ke Puncak Argopuro 3.088 mdpl. Selamat datang, jadi ini toh Puncak Argopuro yang harus kita lewati berhari – hari perjalanan itu. Tak terlalu special, tapi mencapainya butuh waktu sekian lama hahahha

17.00 – 17.13

Foto dengan spanduk Selamat 35 tahun STAPALA, walaupun perjalanan ini nantinya tidak dihitung untuk 35 tahun STAPALA (hiks). Dilanjutkan video pura – pura kaget sampai di puncak dan foto masing – masing, sebagian dari kami turun untuk mendirikan camp duluan, sementara sebagian mau ke Puncak Arca.

17.30 – 18.00

Sebelum gelap tenda sudah berdiri, siap masak.

18.00 – 20.00

Menu malam ini adalah soto, mau masak aja pake acara berantem dulu. Mau makan pake acara dipaksa ngambil dulu karena masak di tenda yang berisi aku, Enen, Riweuh dan Tubis. Sementara di luar setelah menggoreng telur, Keret langsung masuk tenda saking dinginnya. Partner makan cewek tetep bertiga, sementara Tubis heboh karena bareng Sundul, ga bareng Kodok lagi rebutannya. Hahaha kocak lah mereka, kami para cewek cuma ketawa melihat kelakuan mereka yang seperti bocah.

21.00

Karena rencana besok pagi – pagi banget mau ngejar sunrise, mari kita tiduur ~

Sabtu, 18 Oktober 2014

04.30

Angin semalam bertiup dengan kejamnya, memaksa kami meringkuk di balik sleeping bag lebih lama. Hasilnya? Ga ada yang mau summit, ga ada yang keluar dari tenda, kecuali Tubis. Maafkan kami, malah ndekem di tenda semua. Dinginnya ampun ga nahan..

05.00 – 06.30

Akhirnya hanya Tubis, aku, Riweuh, Enen dan Sundul yang mau keluar tenda dulu. Setelah sholat, kami nyicil mau masak menu berat terakhir, nasi sarden. Sekalian bikin minum hangat, kokoa, kopi dan teh. Hihihii lumayan badan makin hangat.

06.30 – 07.30

Karena summit attack yang secara sengaja kesiangan, kami packing dulu sebelum muncak ke Rengganis. Bismillah, cuaca sudah menghangat.

07.50

Berangkat summit ke Rengganis, siap tongsis, kamera, air dan kacamata alay ihihihi

08.00 – 08.30

Sampailah kami di Puncak Dewi Rengganis yang melegenda itu, ciyeee kesiangan banget padahal kalau pagi buta tadi kami sampai sunrise nya pasti bagus. Ah, tak apalah yang penting foto – foto dan bisa selfie di puncak syukur Alhamdulillah.

      

08.30 – 09.00

Bergegas turun dan ambil carrier masing – masing, bismillah tujuan selanjutnya, Cemoro Lima, Danau Teman Hidup #eh , baru trekking turun ke peradaban.

09.00 – 10.30

Berjalan melewati hutan yang terbakar, sisa – sisan bara api masih terlihat, bau asap kebakaran masih tercium tajam, melewati kayu – kayu tumbang dan jalanan yang terjal adalah jalur turun kami via Bremi. Setelah satu setengah jam berjalaan sepertinya Cemoro Lima telah kami lewatkan tanpa sadar. Berhenti di tepi jurang, sekedar makan biscuit Roma Sari Gandum bekal yang tersisa, obrolan kocak tetap saja ada. Skandal puncak atika wkwkwkw.

10.30 – 12.50

Tinggal sebentar lagi, sebentar lagi sampai danau, tipu – tipu diri sendiri akhirnya kami sampai di Danau Taman Hidup, yang selalu salah kusebut Danau Teman Hidup. Wkkwkwk Senangnya di pinggir danau sejuk hawanya, udaranya segar, dan sepi tak seperti Ranu Kumbolo yang sekarang ramai macam pengungsian. Sayang sekali kami tak menemukan rusa dan hewan – hewan yang kabarnya sering minum di danau ini. Hanya terdengar teriakan monyet berkelahi yang kami pikir menyerang Keret karena dia tak juga tampak seusai mengambil carrier -___-

12.50 – 15.05

Demi tiket 19 Oktober kami rela tidak camp di sini, berhenti cukup lama untuk sekedar foto – foto, masak mie instan dan makan bersama. Ternyata masih lapar juga, ada sisa tepung maizena dimanfaatkan untuk membuat cilok (yang gagal dan akhirnya digoreng). Yaampun, ini survival mode on. Untungnya perjalanan sesame STAPALA kami tidak jijikan dan pilih – pilih makanan. Karena pernah mengalami diklat dari organisasi yang sama dan sudah seperti saudara, perasaan rishi makan – makanan yang tak menarik itu nyaris tak pernah ada. Untuk kondisi ini kami jadi kreatif, dengan bahan seadanya tepung pun bisa dimakan, ditambah masih ada kerupuk ikan. Hihihi

“Sejauh ini, perjalanan paling menyenangkan dan nyaman adalah bersama STAPALA, karena kami datang dari frekuensi yang sama “

15.05 – 18.22

Danau Taman Hidup kami tinggalkan setelah berfoto bersama dan berdoa. Siap meninggalkan hutan belantara menuju peradaban.

Jalur pendakian Argopuro ini terhitung nyaman, tak terlalu terjal, sejauh kaki baik – baik saja itu tak masalah. Karena asik turun berlari, kakiku  keseleo  dan dua lutut ini bengkak, antara geli merasa bodoh karena berkali – kali terjungkal, sedih rasanya tak bisa turun berlari seperti biasanya. Aku lambat, jalan terpincang – pincang, duhdeek. Turun dengan langkah agak lambat, dan muka mewek karena tadi mendapati ulat bulu melintang di jalur, aku pasrah. Sampai di bawah malam sendiri tak apa, untung nya Sundul Riweuh bareng denganku sampai bawah. Ya mau tak mau kaki ini dipaksa berjalan. Jangan manja, sebentar lagi peradaban Nggi!

Alhamdulillah ba’da magrib kami sampai di peradaban Bremi, Situbondo. Bahagianya melihat kerlap kerlip lampu dan lalu lalang manusia lagi.

19.00 – 22.00

Kamipun bergegas ke tempat Pak Arifin di pos Bremi, makan malam di warung dekat masjid. Lupakan makanan survival, ini peradaban, saatnya makan ayam :3

Gantian antri mandi sebelum sampai stasiun hihiihi bahagianya pendakian yang penuh skandal dan banyolan ini selesai dengan bahagia 😀

23.30

Dengan angkot carteran seharga 300 ribu, kami ber 9 yang kelelahan ini terlelap selama perjalanan ke Probolinggo. Sampai Stasiun Probolinggo, waktunya say goodbye  ke Rangrang Tubis yang akan ke Surabaya. Sementara Keret, Kodok, Buncil akhirnya memutuskan melengkapi pendakian SAR (Semeru Argopuro Raung). Kami sengaja tidak mengucapkan selamat ulang tahun ke Tubis yang hanya setengah jam lagi. Hihihi, maapin aja ya wkwkwk

Sementara kami ber 6 tidur ngemper di stasiun menunggu pagi menjelang.

Minggu, 19 Oktober 2014

04.00

Jadi ini toh rasanya ngemper di stasiun, bangun setelah mules dan langsung sholat sekalian ke masjid.

06.30- 08.30

Probolinggo pagi ini, senangya melihat keramaian, warga ramai jalan jalan keliling sunmor, ada yang jogging, ada yang senam, ada yang sekedar jajan di sekitar sunmor. Sementara itu, kami sarapan, Enen makan lontong kari, sementara kami lainnya sarapan mie ayam -_-

09.30

Kodok Keret Buncil off to Semeru, selamat jalan tim SAR semoga sukses perjalaanannya hihihi

11.05

Bangsal Riweuh Enen Sundul, geng Sri Tanjung pulaaang. Terimakasih Argopuro untuk perjalanannya yang panjang, terimakasih saudara2 ku untuk trip yang sangat menyenangkan. Semoga segera dapat SK dan penempatan, kita jalan lagi yuk :3

Peserta :

  1. Anggi Restiana Dewi a.ka Bangsal 975/SPA/2012
  2. Atika Ratnasari a.ka Riweuh 953/SPA/2012
  3. Najihah Nh a.ka Enen 932/SPA/2011
  4. Adi Setia Jaya a.ka Sundul 939/SPA/2011
  5. Tumbur Leonardo a.ka Tubis 944/SPA/2011
  6. Septian Eko Cahyo Nugroho a.ka Kodok 979/SPA/2012
  7. Ghaisandi Oktrianda a.ka Rangrang 1024/SPA/2013
  8. Muhammad Taufik a.ka Keret 1023/SPA/2013
  9. Syakir Perdana Putra Munthe a.ka Buncil 1027/SPA/2013


Berangkat :

Probolinggo – Besuki angkot : @ Rp 5.000

Besuki – Baderan , carter angkot : Rp 150.000

Perijinan : Rp 100.000


Pulang :

Bremi – Probolinggo, carter angkot : Rp 300.000

Iuran peserta @120.000 –> logistik, perijinan dan transport Probolinggo


NB : Informasi Pendakian

  1. Polsek Krucil 0355 891002
  2. Suryadi (Resort BAderan) 081336017979
  3. Bidang KSDA Wil 3 Jalan Jawa 36 No Telp 0331 335079

Gunung tapi bukan “Gunung”, Nglanggeran 3 Oktober 2014

   Mendaki gunung, supposed to be fun and cold weather. Hahaha tapi pendakian kali ini bukan seperti gunung biasanya, Gunung Api Purba Nglanggeran, tak kusangka sekering dan segersang ini. Tak sesuai yang kuharapkan, naik gunung dengan susah payah dengan hembusan angin sejuk, big no!

Faktanya kami naik gunung ini setelah menempuh  3 jam touring motoran, dan tadaa. Lahan sekitar embung gersang dan trek pendakian gunung api purba ini pun demikian.

Ahahaha, siang terik, panas, kami naik, apalagi musim kemarau. Salah sendiri -___- Tapi lumayan lah, agenda touring setiap Rabu kali ini terlaksana biarpun cuma sembilan orang. Hahaha

Meskipun kena bully sepanjang jalan, aku yang #terbiasa gagal dan Arya, Hanif, duo baru putus tetap bisa ketawa ngakak bareng yang lain wkwkwk

Aslilah ketawa terus kalo jalan bareng anak IKMM, bully bully gapapa just for fun, no hard feeling ya 😀

Tapi foto embung dari kamera hasilnya lebih bagus daripada aslinya anyway wkwkwk

See you in another touring, oops tapi kayanya ga deng. I am getting on my nerves already.

Sepertinya minggu depan bakal menyapa jawa bagian timur, naik Argopuro hihihi

Bless my journey pliss :3

Pendakian Pra TKD, Merbabu 12-13 Agustus 2014

Merbabu dan tanggal 13 dini hari, kata sebuah artikel akan ada hujan meteor di langit Indonesia dan demi itu pula aku ngeyel ikut pendakian ke Merbabu ini. Awalnya, aku dilarang dan dimarahi ibuk karena keseringan ngelayap, mau gimana lagi namanya wong nganggur yo bosen to ya. Awalnya aku nurut, bahkan keinginan ikut pendakian ke Lawu demi 17 an juga terpaksa pupus. For Godshake, aku pengen banget naik gunung. Gak papa wes kalo cuma boleh ikut salah satu, Merbabu aja yang lebih deket dan karena alasan ga ada duit juga. Sekitar sehari semalam didiemin karena mood ibu yang lagi ga well, dan siangnya setelah kelihatan bisa dirayu aku diijinkan ikut ke Merbabu dengan syarat ga akan dikasih uang. Gapapa lah yang penting ikut.

” Emang bocah ngeyel, dilarang tetep aja gak bisa.” Ya maap buk~

Selasa, 12 Agustus 2014

10.00

Berangkatlah aku dari rumah setelah sebelumnya janjian bareng Sundul dari terminal Magelang. Jalanan ngeselin karena banyak truk segede dosa lewat jalan Magelang, ah pasti gara – gara comal ambles. pfft.

Dan aku telat,ditungguin, dasar bocah nyusahin!

11.00 – 11.40

Sampai di terminal, minta maaf ke Sundul, makan dulu sebelum perjalanan dimulai. Sementara di belahan bumi sebelah, Soloers 14 orang berangkat naik mobil ke Kopeng. Pendakian ini akan dimulai dari jalur Cunthel.

12.47

Aku dan Sundul sampai di kaki gunung, naik ojek sampe basecamp. Semacam hopeless karena sebelumnya dikabari mereka berangkat agak telat.

Dan ternyata setengah jam kemudian mereka sampai di basecamp. Whoaaa bisa nih berburu sunset dulu kita. Salam – salaman, kenalan, dan makan sebelum mulai pendakian. Suasana awalnya masih exciting dan beberapa saat kemudian kehebohan menyerang. TKD SEGERA DILAKSANAKAN 25 – 29 Agustus 2014! Pendaftaran 13 – 18 Agustus ini. DHUARR! Ini udah di basecamp, pendaftaran mulai besok. Aku kudu piye?! Separuh rombongan yang juga anak STAN ini mukanya langsung absurd, ada yang yaudahlahya, ada yang panik insecure *tunjuk muka sendiri*. Dan yang bisa kita lakukan cuma telpon orang terdekat sambil cengengesan karena udah di lokasi. HAHAHA.

Bismillah aja ya,

        

16.00

Berangkatlah kami, 16 orang yang 4 orangnya cewek (aku, Enen dan 2 teman Enen), dan 12 lainnya cowok. Sumpah ini pendakian paling insecure buatku, disemangatin sih, ada yang kampret nyuruh balik aja, ada yang bilang nitip doa ya Nggik sekalian cariin wangsit. Hahaha

Semangat ga semangat kudu semangat, tapi perjalanan kali ini bakal gagal dapat sunset sepertinya. Agak kecewa sih, dua cewek lainnya sebut saja Elrin dan Dian belum pernah naik gunung dan sempat muntah – muntah mukanya pucat. Sunsetku 😦

Yaudahlah kan berangkat bareng – bareng, ikhlasin aja sunsetnya, sampe camp nanti udah tengah malem kalo ini mah. #akurapopo

16.40 – 17.00

Dari kejauhan keliatan bentuk gardu, ternyata bukan pos 1, baru bayangannya alias pos bayangan 1. Duh kak, php banget posnya haha. Berhentilah kami sambil minum, lurusin kaki dan ketawa – tawa *gila*

Jalan semakin nanjak, matahari menenggelamkan diri dan malam mulai merayap datang, kami berhenti sambil menyiapkan senter masing – masing. Yang ga bawa senter mah sama aja bunuh diri, untung senterku ga ketinggalan biarpun baterainya tinggal ya begitulah.

18.14 – 19.00

Yeaay akhirnya kami sampai di pos 1 yang sebenarnya. Demi kelancaran perjalanan kami sholat Magrib dan Isya dijamak di pos ini. Brrr dingin mulai menusuk tulang, bismillah.

19.49

Lanjut perjalanan sampai pos 2, istirahat lagee, perjalanan yang terbagi jadi 3 geng ini sampai di pos 2. Aku di geng tengah, sebut saja begitu. Satu kloter mungkin sekarang di pos 3 sementara geng siput masih di belakang. Sekali lagi, angin malam Merbabu mulai jahat, aku kembung. -__-

20.46 – 22.10

Sampailah kami di pos 3, ternyata kloter 1 duduk di sekitar api unggun menanti kedatangan kami~ Sejam lebih mereka menunggu, di belakang tadi masih ada 4 orang. Kholid masih lemas karena sudah muntah 3 kali. Istirahat sekitar sejam lebih kami di sini, masak mie rebus dan minum hangat untuk sekedar menghibur perut yang sudah kukuruyuk ini. Mie kloter pertama, tumpah lah gara – gara tangan Ian. Si bodo ini, akhirnya dihujat serombongan hahaha.

Sudah terlalu lama istirahat, dingin semakin menusuk, lanjutlah kami ke pos 4 pemancar yang akan jadi campsite kami. Semangaat, full moon, langit bertabur bintang, ah seandainya ada kamera yang sebagus mata menangkap pemandangan. Pokoknya bagus banget, Merbabu cerah!

00.00

Setelah sebelumnya nyaris jantungan karena hampir nginjek Panji yang tidur di jalan, melewati jalan nanjak dan semacam halusinasi yang sempat membuatku agak takut jalan paling depan, sampailah kami di pos 4. Bahagianya sampai juga di campsite.

Bangun tenda, masak – masak walaupun hanya aku, Enen, Sundul, Elrin dan Dian dan yang lainnya terkapar duluan ga papalah, sayang logistik kalo dianggurkan. Sambil selimutan sleeping bag masak di teras tenda sambil nunggu hujan meteor *setel lagu F4 Meteor Garden* hahhaha Sayang sekali aku tak seberuntung yang lain, sama sekali tak terlihat meteor. Mungkin aku yang kurang peka. Hahaha

Di tengah kedinginan kami masak lewat tengah malam, tiba – tiba ada seorang bule, solo traveler cuma bermodal backpack dengan pakaian singlet dan celana pendek. Piye perasaanmu bro? Nyeseknya itu di sini, ah aku merasa cupu 😦

Rabu, 14 Agustus 2014

02.30

Apapun yang terjadi aku tidur, entah apa yang terjadi sepertinya ada yang bangun untuk makan tapi aku sudah berpindah ke alam mimpi. Tidur dalam kedinginan dan kaki kebas itu rasanya nyiksa. Kangen kasur dan selimut tebal di rumah hmm.

04.30

Konseptual, mana yang katanya mau trekking summit attack jam 4 pagi. Semuanya masih molor T__T terpaksalah kami bersunrise ria di pos pemancar ini, di sini juga spot bagus kata mereka. Oke baiklah dan ternyata memang sunrise Merbabu bagus, apalagi cuaca cerah. Ah bahagianyaaa, sekalian foto ucapan Selamat TKD buat STANers 2010. Ciyee, hari pertama pendaftaran malah nglayap ke gunung. :” Semoga sukses semua, amin ya Allah.


07.00 – 09.30

Summit kesiangan dan aku ikut geng siput hahaha. Rombongan 1 terpisah jarak jauh dengan kami. Hmm, gebleg juga ya. Geng siput ini isinya aku, Surya, Ian, Elrin dan Dian. Sementara Sundul dan Dito tidur di tenda, mereka bosan puncak Merbabu katanya. Iya deh yang udah berkali – kali ke sini. Pokoknya aku mau muncak apapun yang terjadi. Jalur bebatuan dan nanjak ini melelahkan juga ya, air persediaan kami segini, sementara 2 cewek ini ga bawa barang apapun.

Kamera Panji ilang, semua orang ditanyain lah, padahal kayanya ga ada kamera warna putih yang dimaksud.

Sementara itu kami jalan sambil ketawa – ketiwi dan keseringan berhenti,sampai puncak pas panas – panasnya. Sukurin, salah sendiri summit jam 4 molor jauh. Aku harus sampai Magelang sebelum Kamis pokoknya, mau janjian bikin SKCK tapi sepertinya susah nggg..

10.45

Setelah foto bersama dan ditinggal kloter 1 turun, kami masih berleha – leha, selfie, nunggu foto – foto pake toga anak UNS yang pada mau wisuda ciyee. Hahaha akhirnya setelah panasnya benar – benar tega kami turun. Hahaha

Perosotan masih jadi favourite style ku tiap turun gunung, biarpun korban celana, dan sakit karena ada ranting yang ga sengaja nyangkut. Sakit sih, tapi masih tetep ngesot. Selain ngesot, lari turun juga favourite hahaha. Berhenti, nunggu, bareng – bareng, sementara air habis. Aku capek nunggu, aku haus, aku mau ke camp, aku kebelet pipis. Akhirnya aku mendului geng siput turun ke camp bareng Arya. Bye~

12.45

Turun sampai camp, kloter 1 masak di bawah sengatan matahari. Sumpah panasnya sampe ke ubun – ubun, yowislah pasti gosong nanti ini aku ga papa.

15.15

Nunggu Ian, Surya, Panji dan Elrin, Dian turun, makan, beberes barang, packing tenda, cleaning sampah, sholat dan hahaha akhirnya kami turun.

Ngesot, lari, turun, berhenti, lari lagi sampe dengkul nyut – nyutan, aku harus sampai sebelum lewat magrib. Sebelumnya Dito, Panji, Kholid, Isa dan Dinto turun duluan sementara sisanya turun belakangan.

Aku, Enen, Nopek, Ian, Sundul, Surya duduk – duduk di pos 3, dan tiba – tiba kamera Panji yang ilang ternyata di kantong jaket Ian. Parah -___-

Berdebat jalur turun, kaki keseleo, dengkul kecengklak, matahari menyengat dengan sadisnya, pake kacamata hitam pun ga berefek banyak, gosong perih dan senut – senut tapi aku buru – buru turun. Kalo kelamaan berhenti nanti dengkulku makin manja dan males jalan. Bismillah..

Hape nyala, sinyal masuk, sms, whatsapp grup dan semua chat memenuhi hp. Dan ternyata aku ditinggal ngurus SKCK nya, yang katanya janjian bareng. Yaudahlahya, ditinggal aku wis biyasya. Bhay~

18.18

Akhirnya pas adzan magrib, aku, Ian, Enen, Nopek sampe juga di bawah. Selamat datang peradaban! Kami jajan pop ice di warung dekat basecamp dan kedinginan hahaha

Gantian mandi, dan ternyata aku “M” oh man pantes badan rasanya remuk ga karuan. Geng Solo berbaik hati akan mengantar aku dan Sundul yang pulang ke Magelang.

Sampai terminal Magelang, agak ngigau akhirnya aku turun. Terimakasih teman – teman, sampai ketemu di trip selanjutnya yang lebih menyenangkan ~

Semangat TKD, see you soon di trip pasca TKD 😀

Anggi,

Pendakian di Bulan Ramadhan, Mount Prau Lautan Kabut 2.565 mdpl

 Bulan puasa naik gunung? Tak begitu masalah menurutku, itung – itung melengkapi perjalann ke Dieng bulan Mei kemaren yang belum lengkap karena meninggalkan Gunung Prau. Boleh sih, tapi itu tidak berlaku untuk orang yang sedang masuk angin dan kondisi tidak sepenuhnya fit yang dua hari sebelumnya hanya tidur – tiduran, aku. Apalagi aku yang mendadak ikut minim persiapan, untuk fisik terutama. Pendakian pertama ku di bulan Ramadhan, pendakian yang bisa dibilang bikin kapok naik gunung ini memberiku banyak pelajaran hmm. Awalnya Pangki, Sundul dan Pono berencana ke Prau bertiga, karena Sundul bertanya tempat sewa tenda aku ikut juga, cewek sendiri ga papa hahaha. Dan ternyata Pangki batal, digantikan oleh En – en, Kunti dan Arya yang berangkat dari Solo, sementara aku, Sundul, Pono dari Magelang. Gunung Prau here we come~

Rabu, 2 Juli 2014

11.00

Setelah sejam lamanya mondar mandir di Indomaret Secang, milih jajanan ambil, balikin, dan akhirnya belanja seiprit berangkatlah aku naik bis jurusan Wonosobo – Magelang yang dinaiki Pono dan Sundul. Akhirnya berangkat juga, tadi sempat diajak kenalan orang random hahaha

13.00

Ngobrol, ketawa ngakak, sempet tepar akhirnya sampailah kami di terminal Wonosobo.

14.16

Sempat sholat dan sekian menit menunggu sampai akhirnya diputuskanlah meeting pointnya sambil jalan, di basecamp pendakian sekalian.Naik minibus, atau yang biasa disebut engkel kalo di daerahku, kami menuju Dieng ~ Sayangnya ongkos kami kemahalan, ah harusnya kan 10ribu jadi 15 ribu. Yowisla, itung – itung amal ngg

15.56

Cuaca dingin Wonosobo menyapa, perjalanan berlanjut ke Dieng dan hujan deras mengiringi kami. Oh, God why? Gimana kami nanjak nanti kalo hujannya sederas ini. Bingung, tengok ke kanan eh Sundul dan Pono tertidur dengan lelapnya. Dan aku hanya menatap kaca melihat bulir bulir hujan jatuh membasahi Dieng, tumben banget ga tidur ciyeee. Sampailah kami di kaki gunung, di depan basecamp pendakian Gunung Prau. Hello Dieng, kami turun dari engkel dengan senangnya. Itu sebelum kami melihat pengumuman di depan basecamp. PENDAKIAN GUNUNG PRAU DITUTUP SELAMA RAMADHAN! Dhuaar! Panik lah kami bertiga, ditambah En – en , Kunti dan Arya belum datang dan mereka jauh – jauh dari Solo. Ah, harus gimana ini, masa aku harus ngarang catper biar ga malu batal naik gunung? -__-”

Dan akhirnya ide konyol itu musnah setelah salah satu petugas basecamp menjelaskan situasi yang sebenanya.

” Tadi ada 4 pendaki juga dari Semarang, mbak. Mereka udah naik tadi, ya kalau kalian mau mendaki ga apa – apa tapi kami ga bertanggung jawab kalo ada apa – apa ya.” begitu kata masnya.

16.30

Datanglah En- en, Kunti dan Arya, kami bertiga sembunyi di masjid mengerjai mereka biar ngerasain panik yang sama wkwkkw maap ya. Kami bingung dan masih galau, setelah bertemu dan berunding kami berteduh ke masjid dulu.

Oiya, mas petugas ini keliatan agak keras orangnya. Bahkan dia bilang setelah ada kasus kejadian ada yang mati di Gunung Prau ini dia malah senang. -__-”

” Kemarin habis ada kejadian yang mati mbak di sini, tapi saya malah seneng jadi ga pada ngeremehin kalo mau ngedaki gunung ini.” Glekk! Kok kalimatnya gitu sih, jadi nakut nakutin, Mas.

17.12- 17.40

Menunggu hujan reda akhirnya diputuskan kita akan buka puasa di sini, makan di bawah sekalian masak untuk makan besar. Tadinya ide membuat kolak sempat akan dieksekusi, karena keburu adzan akhirnya batal dan pisang dimakan batangan tanpa dikolak hahaha. Thanks to En – en Kunthi yang menyiapkan logistik dan Pono yang membawa kurma. Selamat buka puasa..

20.08

Duduk di basecamp yang sepi, berdiskusi hingga niatan untuk ngecamp di sini pun muncul mengingat hujan yang terus menerus mengguyur. Sayang sekali karena keterbatasan waktu kami taraweh sendiri – sendiri, yang ga taraweh ya ga papa. Karena bosan di dalam, Sundul dan Pono berjalan keluar. Makan besar sudah siap, saatnya makan, sambil ngobrol dan ribut. Kata Pono dan Sundul di luar kering, udah ga ujan. Tapi suara hujan dan gemericik air masih terdengar, dan gaya mereka pun tidak berusaha meyakinkan.

” Ah ga mungkin di luar kering, ini suaranya masih kedengeran. Kita camp di sini aja.” kata Arya

” Kalo ga percaya ayo kita cek, ayo En.” kata Sundul.

Dan benar ternyata di luar hujan reda, pintu belakang basecamp dibuka. Tau itu suara air dari mana? Di belakang ternyata ada sungai. AAAAh, so embarrassing you know. Jadi dari tadi kita dengan polosnya nunggu hujan reda dan itu suara kali. Astagfirullah, ngerasa bodoh banget -___-”

21.00 – 21.30

Bismillah, bintang di langit keliatan terang, siap jalan! Kata orang – orang sih nanjak sekitar maksimal 3 jam, ada yang 1,5 jam malah. Whoaa, berarti ga susah – susah amat ya, begitu pikirku. Setengah jam jalur pendakian setelah lewat pemukiman penduduk, jalanan berbatu naik sampai lah kami di pos 1. Sementara Kunti sempat muntah karena tidak enak badan, kami istirahat sebentar.

Perjalanan dilanjutkan, gerimis pun datang. Astaga kepalaku mulai nyut – nyutan, aku berusaha untuk di barisan depan. Bukan karena sok – sokan, mental breakdown kalo aku di paling belakang apalagi kondisi lagi begini badannya, mana perut mules ya Tuhan ampuni aku.

22.15

Ada tenda! Itu camp yang 4 orang naik duluan ternyata. Alhamdulillah ada temennya, seneng banget kayanya bakal camp di sini. Ternyata mereka anak SMA baru lulus, habis daftar kuliah, habis ngerokok di tenda. Ealah dasar terong!

Sundul dan Pono naik duluan ngecek jalur, dan kami tidak berhenti untuk camp di sini, jalan masih panjang. Ah tidaaak, aku mules, gimana ini kepala pusing badan meriang, ditambah hujan, duh bang. 3 jam sampai puncak seems impossible dengan kondisi seperti ini. Kata  orang – orang jalurnya lumayan kok, bagiku ini bikin kapok semacam dihajar hujan dan medan yang licin berlumpur.

23.30

Arya dan Sundul naik duluan sampai puncak sementara Pono ditinggal dengan tiga cewek di belakang. Ah, jalan nanjak tanpa ampun, licin, dan aku hanya bersandal. Ga nyangka jalurnya akan semenyedihkan ini. Bahkan Kunti sempat kepleset duluan, aku naik dengan merangkak tanah yang konturnya rapuh. Sempat takut merosot dan ngguling ke jurang. Kunti pasrah, tinggalin aku aja di sini aku gapapa aku pasrah katanya. Sementara aku bengong memegang senter dan sandal, ya aku nyeker sekarang dengan jubah ponco yang lumayan menyusahkan pergerakan. En – en dengan sigap menolong sementara aku menyenteri pergerakan mereka bertiga. Sambil memanggil manggil Arya dan Sundul, tetap tidak ada jawaban.

00.30

Setelah camp 4 orang tadi tak ada jalur yang terlihat manusiawi, lumpur dan licin sana sini, dilema pake sandal licin ga pake sandal kepleset. Ya Allah aku harus gimana, ketinggalan di paling belakang bikin nyaliku sempat ciut apalagi jalurnya semacam ini. Aku merayap, celana kusingkap sampe batas di atas lutut, jangan dibayangkan penampakanku kala itu, porak poranda.

Ada jalur naik yang lebih licin dari jalur tadi, Pono, En – en Kunti naik sedangkan aku ketinggalan, pusing kepala, liat ke bawah aku trauma. Mau naik kaki dua berpijak di tanah licin semua, akhirnya badan gemetar semua. Ayo Bangsal naik, cari pijakan lain. Ga bisa, kakiku nginjek yang licin semua, aku takut. Dan aku nangis kaya pecundang, ah bodoh nangis gara – gara takut liat ke bawah. Ibuuk, aku mau pulang, mau belajar TKD. Aku ga mau mati di sini, aku ga mau ditemukan sebagai pendaki yang mati karena kepleset. Pikiran aneh – aneh sempat menghampiriku, alhamdulillah aku berhasil naik dan dibantuin. Ah, aku malu, perutku makin sakit pula kenapa harus di saat menegangkan begini sih.

Kamis, 3 Juli 2014

01.38

Kabut semakin tebal, dingin semakin menusuk, ingus mulai malu malu keluar, ah ini dekat puncak berarti. Yeaay, akhirnyaaa ketemu tenda kami. Terharu akhirnya di puncak juga, penampilanku compang camping sekali astaga 😦

02.30 – 03.30

Waktu hampir waktu sahur, sebentar lah tidur, badan udah remuk redam rasanya astagaa.

04.00-04.30

Aku tetap meringkuk di tenda sementara semua orang di tenda sebelah, agak kebangetan ini dinginnya, aku kebas, pusing. Akhirnya setelah diteriaki berkali – kali aku bergabung dengan mereka untuk sahur. Sahur yang istimewa, di tengah lautan kabut puncak Gunung Prau :”) Selamat puasa ~

05.45

Karena terlalu dingin kami tidur lagi setelah Subuh, berburu sunrise pun terlupakan. Dan 4 orang itu ternyata menyusul kami ke puncak Subuh tadi. Aku keluar tenda karena kebelet pipis dan karena ocehan mereka yang ribut sih sebenanrnya =,=

Lihatlah keluar, kabut di mana – mana, seperti bukan puncak Prau. Where is the sunrise people used to see? 😦 Inilah perjalana kami, susah payah, no sunrise, dan lautan kabut lah yang kami dapat. Well, setidaknya pernah ke Prau kan ya.

10.00 – 11.00

Sempat beberapa kali keluar tenda dan kondisi masih sama, sementara adek – adek tenda sebelah turun duluan karena desperate tanpa sunrise pagi ini. Well, kalau semua orang foto di puncak Prau dengan latar belakang sunrise dan pemandangan gunung – gunung lain, kami tidak. Hampir semua foto selfie, dengan background putih kabut tentunya #tksbyePrau

12.00 – 14.00

Setelah bongkar tenda dan packing, kami trekking turun. Oiya barusan ada pendaki datang rombongan baru anak UGM. Sebenarnya kami punya sisa logistik, Pisang. Dan ga tega mau mewariskan ke mereka karena mereka datang tanpa niat camp, tanpa tenda.

Turun dengan jalur yang sama, kok rasanya beda, kok jalannya ga seseram kemarin. Aku berniat ngesot seperti masa turun Gunung Slamet hahaha. Lihatlah pemandangan dari ketinggian, subhanallah. Dan sepertinya cuaca besok akan cerah, errr.

15.30

Sampai basecamp, mandi dengan air sedingin es brrr. Beberes dan siap siap pulang setelah berburu Carica. See you Prau, semoga ini pendakian paling bikin kapok yang terakhir ya.

17.15

Terminal Wonosobo sepi, bingung naik kendaraan apa pulangnya. Sempat ada miskom karena kami beda rombongan beda bis yang dinaiki. Belum sempat pamitan ke rombongan Enen bis Magelang datang, see you aku Sundul dan Pono pulang duyuu ~

Karena perjalanan yang lumayan lama kami bertiga buka puasa di bis, subhanallah ya musafir :”) Bwahaha thanks guys paling engga ada hiburan puasa naik gunung, buka puasa di bis, naik di bangku paling belakang dengan tamparan angin dingin dan kami bertiga selimutan. Hahaha xD

20.15

Alhamdulillah ya bapakku udah jemput di pertigaan Secang, aku turun duluan. Sampai ketemu di perjalanan lain yang menyenangkan ~

Anyway, hari ini adalah 3 Juli 2014 dan aku punya puisi untuk diriku sendiri tentang hari bersejarahku ini

Sudah 13 tahun berlalu rupanya, semenjak peristiwa yang dulu memporak porandakan hidupnya.

3 Juli 2001- 3 Juli 2014

13 tahun yang lalu, dibalut perban seluruh tubuhnya seperti mumi dan terbaring di ruang pesakitan..

13 tahun berlalu, dia di puncak gunung yang diselimuti lautan kabut..

Pendakiannya diiringi hujan, tanah basah menguras energi, sahur berselimut lautan kabut dingin dan pagi hari tak didapatinya sunrise sesuai harapan..

Setidaknya tujuannya tercapai, memperingati hari bersejarahnya bukan di ranjang pesakitan rumah sakit seperti 13 tahun yang lalu..

Thanks Allah for giving me second chance to live,

I’m grateful for being alive,

In a cold and foggy place, Mount Prau 2.565 mdpl, with all my prayer and hope

A grateful one..

Anggi